Lhokseumawe - Satria Insan Kamil SH selaku Sekjen Perkumpulan Nelayan Tradisional Aceh (PNTA) menyikapi pernyataan 5 (lima) LSM Aceh (WALHI, LBH Aceh, Mata Aceh, Institut Prodem Aceh, Flower Aceh) tentang Evaluasi kinerja PJ. Gubernur Aceh kurun waktu 1 Tahun dan usulan kepada Kemendagri untuk lakukan pergantian PJ GUB/23Kab/Kota. Senin, 19/06/2023.
Sikap yang dilakukan tersebut merupakan lanjutan dari bentuk protes terhadap evaluasi mereka mewakili masyarakat Nelayan Aceh terhadap kinerja Pj Gubernur Aceh setelah sehari sebelumnya melakukan penyerahan surat Aspirasi Masyarakat Kepada Ketua DPRA Aceh yang dinilai bahwa Pj. Gubernur Aceh saat ini telah gagal memimpin Aceh pasca dilantik semenjak juli 2022 lalu.
Satria Insan Kamil SH selaku Sekjen PNTA kepada media ini mengatakan bahwa bentuk protes ini adalah bagian dari salah satu bentuk kritik atas ketidak jelasan kinerja Pj. Gubernur Aceh saat ini dalam menuntaskan problem permasalahan Aceh dan harus segera di Evaluasi apalagi menjelang momentum tahun politik, jelasnya.
Bila kita ingin mengulas dan mereplay ulang perjalanan pembangunan beserta kualitas pembangunan di Provinsi Aceh selama ini, khususnya kurun waktu dan peristiwa bersejarah ( Aceh memang satu kawasan yang penuh DNG sejarah ) sampai hari ini Aceh masih menjadi buah bibir masyarakat nasional.
Bisa kita bilang belum bangkit dari keterpurukan pembangunan, terpuruk dari segi ekonomi, rakyat Aceh masih berada dibawah garis kemiskinan no 3 secara nasional (hasil sensus BPS STATISTiK Ekonomi), juga terpuruk di sektor pembangunan SDM atau putra putri Aceh untuk bekerja dan mempunyai etos kerja yang tinggi untuk membangun daerahnya secara sungguh lakukan kerja kolektif dan berkesinambungan.
Dari semua SDM selama ini lebih kurang 15 THN pasca tsunami 2004 tambah pasca dilakukan rehabilitasi atau rekontruksi tsunami BRR, pasca MOU HELSHINKI 2005, serta pasca di syahkanya pengesahan UUPA NO.11/2006 Oleh pemerintah pusat dan DPR RI Tentang UU PEMERINTAHAN ACEH yang mengatur dan memberikan kewenangan kedaulatan penuh untuk Pemerintah Aceh untuk melakukan terobosan kongkrit dan melakukan upaya program percepatan kualitas pembangunan demi rakyat Aceh yang berjumlah lebih kurang 4/5 juta jiwa penduduk dan dengan adanya peristiwa atau musibah tsunami 2004 pembentukan Badan rehab dan rekon untuk Aceh pasca penangganan segala infra maupun supra struktur dan potensi pembangunan yang sudah hancur lebur akibat musibah tsunami, terang Satria.
Dengan sigab dan cepat, BRR dapat bertindak cepat untuk melaksanakan program rehab dan rekon secara cepat dan tepat denfan target waktu limit kerja 5 THN Masa kerja BRR untuk tuntaskan infrastruktur dan supra struktur pembangunan segala bidang idologi politik ekonomi sosial budaya dan keamanan (ipoleksosbudkam). pasca BRR dan BRA dibentuk untuk bekerja secara optimal dan yang lebih menggembirakan lagi jelang akhir THN 2006 Aceh di berikan satu payung UU khusus Rakyat Aceh dengan disahkan UUPA NO 11/2006 yang memberikan satu kewenangan dan kedaulatan bagi Pemerintah Aceh di segala bidang Politik Aceh di izinkan oleh UUPA NO 11/2006 untuk mendirikan Partai Politik dalam rangka menyeral ke inginan Rakyat Aceh.
Seperti bidang sosial keagamaan, Aceh di izinkan untuk menerapkan satu sistem hukum Islam di provinsi Aceh berbeda dengan propvinsi lain yang sistem hukumnya tidak boleh atau bertentangan dengan sistem hukum nasional, hukum positif dari segi bidang ekonomi Aceh mempunyai kewenangan kedaulatan ekonomi untuk melakukan exsploitasi dan segala SDA yang ada dalam Wil provinsi Aceh, asumsi Provinsi Aceh mendapat provit ekonomi 75 persen dan tambahan dana OTSUS dan kedaulatan 2 lain yang melekat pada UUPA no 11/2006. Seiring waktu telah sahnya UUPA pada Agustus 2006, jelang masuk tahun 2007 yang mana amanah mandat yang di atur dalam salah satu klausul agar Pemerintah RI laksanakan pemilu nasional, pilkada pertama provinsi Aceh ikut serta partai lokal.
Yang mana pada saat itu situasi pemilu tahun 2007 di provinsi Aceh sungguh super meriah dan mendapat sambutan hangat dari seluruh rakyat Aceh dari 23 Kabupaten dan Kota di prop Aceh, mengingat masih terkonsolidasinya ephoria politik pasca MOU HELSHINKI dan berhasilnya di sahkan UUPA NO 11 THN 2006 adanya keikut sertakan parlok lokal sebagai peserta pemilu 2007 yang perdana di Indonesia khususnya di provinsi Aceh.
Dibuktikan hasil pemilu 2007 partai lokal khususnya partai Aceh mendomasi perolehan suara mencapai 75, 5 persen lebih dan kendali politik di pemerintahan dan exskutif Aceh, kendali politik di legislatif dominasi oleh partai lokal ( artinya bila di lihat baik secara politik maupun dlm aspek lainnya Aceh berangkat dan bergerak dengan start bagus karena diperkuat instrumen UUPA NO 11/2006 dan bila di lihat dari kaca mata tata kelola pembangunan dan pemerintah harus di jalankan sesuai peraturan undang undang yang berlaku di republik ini, sebut Sekjen PNTA.
Satria Insan Kamil SH selaku Sekjen PNTA kita berharap pihak Mendagri harus segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Pj. Gubernur Aceh saat ini, pinta singkat sekjen PNTA.
Terjadi proses adaptif bagi elit lokal dalam menjalakan roda pemerintahan dan pembangunan serta lakukan percepatan taraf kesejahteraaan rakyat Aceh plus agenda proses RE - INTEGRASI MANTAN COMBATAN dan rangka ikut serta untuk partisipasi pembangunan Privinsi Aceh.
Selain itu juga, DPRA dan FORBES Aceh (Anggota DPR-RI Asal Aceh) harus benar-benar bersikap tegas terhadap pengawalan kinerja Pj. Gubernur Aceh alias jangan masuk Angin, singgung Sekjen PNTA.
Tambahnya, mereka sudah punya catatan penilaian terhadap kinerja Pj. Gubernur Aceh seperti yang kerap terpublis di beberapa media selama ini termasuk angka nilai merah dari hasil evaluasi kemendagri, tinggal dilanjutkan saja secara kelembagaan.(Saumi).